Minggu, 15 Agustus 2010

Batik Butuh Payung Hukum

Hingga saat ini, perajin batik tradisional masih dirugikan industri tekstil, terkait produksi kain printing bercorak batik yang diklaim sebagai kain batik. Para perajin batik tersebut mengaku butuh payung hukum untuk melindungi hasil karyanya. Pengurus Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB) Komarudin Kudiya menegaskan, pemerintah seharusnya memberikaan tindakan tegas kepada para pelaku industri tekstil yang mengklaim produknya sebagai kain batik.Padahal kain barcorak batik dengan teknik printing tidak bisa dikategorikan sebagai kain batik.

Batik, kata dia, merupakan teknik membuat motif pada kain dengan menggunakan lilin atau malam sebagai perintang warna. Menurutnya,walaupun coraknya berupa corak kawung, lereng atau motif batik lainnya,tetap saja kain dengan pewarnaan printing atau sablon tidak bisa dinamakan batik. “Para pelaku industri tekstil, dengan beraninya menuliskan pada sisi lembaran kain bercorak batik itu dengan tulisan Batik Halus, atau Batik Sutra Halus.

Akibatnya, masyarakat semakin dibingungkan dengan arti batik sesungguhnya,”tegas Komar seusai sesi dialog tentang batik pada Festival Batik dan Bordir Jawa Barat di Graha Manggala Siliwangi, Jalan Aceh,Kota Bandung,kemarin. Saat ini, kata dia, masyarakat belum memahami sepenuhnya bahwa yang dimaksud dengan batik adalah kain yang motifnya dicetak atau ditulis dengan menggunakan lilin sebagai perintang warna.

Namun karena pelaku industri tekstil itu, maka pengertian batik menjadi kabur. Upaya lain untuk melindungi batik,pemerintah seharusnya mendukung penggunaan Batik Mark Indonesia (BMI) pada setiap lembar kain batik atau busana,untuk membedakan teknik membatik. Batik tulis,batik cap,atau kombinasi tulis dan cap, dibedakan dengan menggunakan label khusus.

“YBJB pernah mengusulkan ke pemerintah pusat untuk BMI ini tapi tanggapannya malah tidak menunjukkan dukungan positif bagi pengrajin batik tradisional ini,”katanya. Soal perkembangan batik di Jawa Barat, dia memandang Batik Jabar masih tertinggal jauh dibanding industri batik Jawa Tengah. Menurutnya, Jawa Tengah lebih konsisten dalam pengembangan batik, sehingga hampir di setiap kecamatannya terdapat perajin batik.

Karena perajinnya banyak, maka bahan baku pun tidak sulit didapatkan. Banyaknya perajin membuat para importir kain menjadikan daerah tersebut sebagai target pemasaran utama. “Teknologinya pun sudah jauh. Di Jawa Tengah sudah berkembang teknik lilin dingin, di mana lilin atau malam itu dicampur terpentin dan tinner sehingga menjadi pasta. Sementara lilin pasta tersebut dicetak dengan teknik sablon. Itu lebih hemat biaya dan cepat.

Lebih jauhnya batik Jabar juga belum mampu menyaingi harga batik jateng,”terangnya. Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, batik dan bordir harus lebih tereksplorasi. Dia berharap batik tidak hanya beredar di dalam negeri tapi harus tersebar luas ke negara lain. “Apalagi batik sudah diakui oleh UNESCO sebagai produk budaya asli Indonesia,” kata Heryawan. Pada festival kali ini terdapat 80 peserta dari kabupaten/kota, provinsi dan beberapa rumah perajin batik dan bordir.

2 komentar:

  1. salam kenal, blognya sangat berguna bagi saya untuk mencari informasi seputar batik

    BalasHapus
  2. sakenal juga...
    makasih atas kunjungannya gan...

    BalasHapus